Penyakit mag atau tukak kambung kelihatannya remeh, namun sering
merepotkan. Cepat sembuh tapi juga gampang kambuh. Kemunculan gejalanya
ditandai dengan rasa nyeri pada perut gara-gara meningkatnya asam
lambung. Cincau ternyata mampu menuntaskannya.
Mag yang kambuh
akan menimbulkan rasa sakit pada epigastrum (perut bagian atas) disertai
berkurangnya nafsu makan, bahkan anoreksia (hilangnya selera makan).
Kalau sudah begitu, muncul rasa mual disertai demam sehingga mendadak
muntah-muntah.
Beberapa tanaman biasa digunakan masyarakat untuk
meredam mag ini. Di antaranya tanaman cincau. Berdasarkan penelitian, ia
berkhasiat mencegah radang dan menurunkan produksi asam lambung. Nah,
zat apa gerangan yang membuat cincau mujarab untuk sakit mag?
Dikatakan
Dr. Florence C. Amato dalam Fundamentals of Medical Science for Medical
Record Personel (1985), penyakit mag biasanya berawal dari makanan yang
dikonsumsi tercemar bakteri atau kuman sehingga menimbulkan infeksi.
Dalam kondisi serangan ringan, diagnosis penyebabnya sering tidak jelas.
Tapi bisa juga ditandai dengan muntah darah (hematemensis) berwarna
hitam karena pengaruh asam lambung.
L.B. Cardenas, Lemmens, dan
Horsten dalam Medicinal and Poisonous Plants 1 (1999) Daun menyebutkan,
sejumlah senyawa flavonoid bersifat mencegah radang (anti-inflamatori)
dan menurunkan kadar asam lambung. Senyawa flavonoid terdapat pada
beberapa tumbuhan obat, seperti cincau (Premna serratifolia), camcau
(Cyclea barbata), dan juga para kerabatnya dari famili Menispermaceae.
Beragam
bangsa ternyata sudah akrab dan memanfaatkan tanaman obat itu.
Masyarakat Sunda, misalnya, mengenalnya sebagai cincau. Tumbuhan dari
famili Verbenaceae (jati-jatian) ini termasuk tanaman semak atau pohon
kecil yang tingginya mencapai 10 m.
Di Indocina, daun dan akarnya
sebagai obat tradisional untuk melancarkan air kencing (diuretik),
gangguan lambung, dan penyakit demam. Masyarakat di India memanfaatkan
daunnya untuk pengobatan radang rematik, sakit perut atau mulas (kolik),
dan gas dalam perut (flatulence).
Rebusan akar dan daun digunakan
untuk obat demam di Semenanjung Malaysia. Di Papua Nugini sari daunnya
dipakai sebagai obat batuk, sakit kepala, dan demam. Sementara
masyarakat di Guam memanfaatkan teh rebusan kulit kayunya untuk
pengobatan sakit saraf (neuralgia).
Daun cincau mengandung bahan
kimia berupa senyawa aktif Premnazole dan Phenyl butazone. Premnazole
(alkaloid isoxazol) dari hasil isolasi daun cincau sebagai senyawa
antiradang yang bisa menurunkan pembentukan tumor pada jaringan
granulasi yang menyerang butir-butir dalam protoplasma (granuloma).
Phenyl butazone merupakan senyawa yang memiliki aktivitas sama dengan
Premnazole dengan menurunkan kadar kelenjar adrenal dan asam askorbat
(vitamin C).
Dalam penelitian yang sama, kedua senyawa itu juga
mampu menurunkan aktivitas enzim sehingga secara tidak langsung asam
lambung yang terbentuk pada cardia dalam dinding lambung juga menurun.
Camcau
merupakan salah satu jenis tumbuhan yang sering kali digunakan sebagai
pengganti cincau. Di daerah Jawa, daunnya untuk bahan jeli yang biasa
disebut camcau ijo. Jeli ini sebagai minuman dan makanan pengusir sakit
perut serta demam.
Tumbuhan camcau menyimpan senyawa campuran
alkalin termasuk senyawa S,S-tetrandrine (sebagai alkaloid utama lebih
dari 3% dalam akar). Senyawa ini, berdasarkan penelitian, bekerja
mengalangi perkembangan tumor ganas pada ginjal (neuroblastoma). Juga
mempunyai aktivitas dalam pencegahan maupun pengobatan penyakit pembuluh
darah jantung (kardiovaskuler), termasuk penyakit tekanan darah tinggi
(hipertensi) dan gangguan lambung akibat tidak adanya irama lambung atas
(supraventricular arrthythmia).
Senyawa itu juga berpengaruh
sebagai antiradang, pereda radang (prostaglandin), pengumpul zat pembeku
darah, penekan radang sendi, dan mencegah produksi nitrixc oxcide. Ada
pun senyawa aktif lainnya ialah R,S-isotetrandrine, R,Schondocurine,
homoaromoline, dan fangchinoline.
Bahan aktif lain
Beberapa
jenis tumbuhan dari famili Menispermaceae (sirawan-sirawanan) diketahui
telah digunakan masyarakat setempat sebagai obat tradisional.
Masyarakat Filipina dan Semenanjung Malaysia menggunakan rebusan batang
sirawan (Arcangeiisia flava) sebagai obat gangguan lambung maupun usus.
Di Indonesia batangnya dijual sebagai "kayu seriawan" untuk obat demam
dan seriawan.
Sirawan dikenal mengandung senyawa campuran
alkaloid (bis)-benzylisoquinoline, seperti bahan aktif sejenis berberine
(lebih dari 5% dalam berat kering batang) dan palmatine. Berberine
sebagai senyawa aktif antibakteri.
Berberine berpengaruh juga
dalam suplemen air daging dengan darah. Berberine (sebagai sulfat)
dengan konsentrasi 35 µg/ml dapat merusak bakteri (bactericidal) pada
Vibrio cholerae. Juga sebagai pencegah perkembangan bakteri
(bacteriostatic) pada Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 µg/ml.
Kedua senyawa berberine dan palmatine secara khusus bekerja mencegah
enzim dalam darah, hati, dan pankreas.
Di daerah Jawa, masyarakat
menggunakan daun sumbat kendi (Stephania capitata) sebagai pengganti
camcau untuk mengusir gangguan lambung. Kandungan alkaloidnya sama
dengan camcau, dengan S,S-tetradrine sebagai senyawa utama (antara 0,7 -
1,3%).
Di daerah yang sama, umbi akar kepleng (Stephania
japonica) juga dimanfaatkan sebgai obat pencegah nyeri lambung,
disentri, demam, gangguan kencing, dan hepatitis. Gerusan daunnya
biasanya digunakan sebagai obat tapal infeksi payudara. Selamat mencoba.
sumber: http://www.dechacare.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar