Makanan
yang digoreng atau populer disebut gorengan, ternyata bukan hanya
meningkatkan kadar kolesterol darah serta menyebabkan terjadinya
peningkatan risiko terkena stroke dan penyakit jantung koroner. Makanan
gorengan juga menghasilkan zat pemicu kanker (karsinogenik) dengan nama
akrilamida.
Hampir
setiap orang menyukai makanan gorengan, seperti kentang, pisang, ubi,
tempe dan tahu goreng. Makanan jajanan ini makin sedap rasanya jika
dikonsumsi saat masih dalam keadaan panas. Menemukannya pun amat
gampang, mulai dari pinggir jalan hingga mal. Itu sebabnya kita kerap
membawanya ke rumah, sebagai makanan ringan di sore hari, sambil minum
kopi atau teh manis.
Namun,
kebiasaan menyantap makanan gorengan untuk sementara waktu harus kita
kurangi atau paling tidak perlu diwaspadai. Sebab, kebiasaan ini
mengandung risiko buruk bagi kesehatan.
Eden
Tareke dkk., peneliti dari jurusan kimia lingkungan Universitas
Stockholm, Swedia, memaparkan hasil penelitiannya bertajuk Analysis of
Acrylamide, a Carsinogen Formed in Heated Foodstuffs yang dimuat di
majalah ilmiah Agricultural and Food Chemistry edisi Juli 2002.
Masyarakat dunia pun gempar dibuatnya.
Hasil
penelitian yang didanai Dewan Riset Swedia untuk Lingkungan dan Ilmu
Pertanian ini menunjukkan bahwa makanan yang kaya karbohidrat, seperti
kentang yang mengalami penggorengan, dapat merangsang pembentukan
senyawa karsinogenik (pemicu kanker) bernama akrilamida.
Hampir
100 jenis makanan gorengan yang lazim disantap manusia di jagad raya
ini, antara lain roti-rotian, biskuit, ikan, hingga daging, dinyatakan
positif mengandung akrilamida. Makanan gorengan yang menjadi andalan
restoran cepat saji (fast food) seperti keripik kentang (potato chip)
dan kentang goreng (french fries) disebut-sebut sebagai yang paling
buruk karena kandungan akrilamidanya lebih banyak.
Lalu,
patutkah kita menjadi panik dengan informasi yang membuat heboh ini,
sehingga memantang segala jenis makanan gorengan, khususnya keripik
kentang dan kentang goreng?
Mengenal Akrilamida
Akrilamida
termasuk salah satu senyawa kimia berbahaya yang kini diduga memiliki
potensi kuat sebagai mesin pemicu kanker. Penelitian terhadap tikus
percobaan menunjukkan bahwa senyawa yang satu ini menimbulkan tumor,
merusak DNA alias materi genetika, merusak saraf, mengganggu tingkat
kesuburan, dan mengakibatkan keguguran.
Secara
umum sifat akrilamida (2-propenamide) adalah tidak berwarna dan tidak
berbau dengan berat molekul 71. Senyawa ini berupa kristal putih,
meleleh pada suhu 84,5 derajat Celcius, dan mendidih pada suhu 125
derajat.
Senyawa
yang larut dalam air, aseton dan etanolini, pada proses pembakaran
menghasilkan zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, seperti amonia,
karbonomoksida, dan nitrogen oksida (Friedman, 2003).
Kini
yang menjadi pertanyaan, berapa dosis minimum akrilamida yang bisa
ditoleransi tubuh manusia? Hingga sekarang belum ada jawaban yang
memuaskan untuk itu. Namun, masyarakat Uni Eropa dan organisasi
kesehatan PBB (WHO) menetapkan standar maksimum akrilamida pada air
minum 0,5 mikrogram per liter. Pada kadar itu, saluran pencernaan mampu
menyerap dan mengeluarkannya dari tubuh melalui urin dalam beberapa jam
kemudian.
Dosis
tinggi akrilamida pernah dilakukan uji toksisitas. Hasil yang diperoleh
adalah dosis antara 800-2.700 mikrogram per hari bagi orang dewasa
merupakan yang terendah, tapi di sisi lain sudah mampu meningkatkan
mutasi gen pada tikus percobaan.
Proses Penggorengan
Penelitian
yang dilakukan Eden Tareke dkk. menemukan bahwa bahan pangan yang tidak
mengalami proses penggorengan atau pemanggangan ternyata hanya
mengandung senyawa akrilamida dalam jumlah yang amat sedikit, sehingga
tak menimbulkan keraguan untuk menyantapnya. Demikian juga penelitian
tidak menemukan adanya akrilamida pada produk pagan mentah dan makanan
rebusan atau kukus.
Sementara
itu, kentang goreng mengandung senyawa akrilamida yang amat tinggi,
yakni 2.500 mikrogram pada suhu penggorengan 220 derajat Celcius. Dengan
kanduangan sebesar ini kita patut waspada.
Jika
setiap hari menyantap akrilamida yang berasal dari kentang goreng, lama
kelamaan dalam tubuh kita akan terjadi penimbunan senyawa yang
menimbulkan kanker. Dan pada suatu saat dapat memicu munculnya penyakit
yang bisa mematikan manusia itu.
Barangkali,
kini ada pertanyaan yang mengganjal dalam benak kita, mengapa makanan
rebus atau kukus tidak mengandung senyawa akrilamida, tapi dalam makanan
gorengan jumlahnya banyak? Hingga sekarang untuk soal yang sulit ini
belum ada jawaban yang memuaskan.
Namun,
peneliti dari Swedia itu menjelaskan bahwa hadirnya senyawa akrilamida
pada makanan gorengan di picu oleh proses penggorengan itu sendiri.
Penggorengan dengan suhu yang relatif tinggi, sekitar 190 derajat
Celcius (seperti lazimnya suhu penggorengan dalam minyak), dapat
menyebabkan senyawa karbohidrat pada kentang terurai atau terlepas.
Menurut penelitian itu, sebagian karbohidrat yang terlepas kemudian
ditangkap atau bereaksi dengan asam amino, senyawa penyusun protein,
hingga terbentuklah akrilamida.
Mekanisme
ini secara umum biasa terjadi pada proses memasak. Sebab, asam amino
dan gula dapat bereaksi lewat apa yang dikenal dalam bahasa kimia pangan
sebagai reaksi Maillard.
Imbangi dengan buah dan sayur
Ada
ungkapan lama menyebutkan lebih baik mencegah daripada mengobati. Jika
sudah tahu bahwa suatu jenis makanan dapat menyebabkan penyakit kanker,
lebih baik tak usah dikonsumsi secara berlebihan.
Bukti
menunjukkan bahwa penyakit kanker muncul karena pola makan yang salah.
Sekitar 40 persen lebih resiko kanker disebabkan oleh gaya hidup dan
pola makan yang tak benar, termasuk sembarangan mengonsumsi makanan
gorengan.
Satu
hal yang patut disadari, sehat itu akan tiba-tiba menjadi begitu mahal
ketika kita sudah jatuh sakit. Jika Anda terpaksa harus menyantap
kentang goreng di restoran cepat saji misalnya karena enggan menolak
ajakan baik teman lama, makanlah secukupnya dengan menghilangkan rasa
khawatir bahwa besok sudah terserang kanker.
Namun,
jalan keluar yang paling baik adalah dengan membuat sendiri makanan
gorengan di rumah, sehingga kita bisa melakukan beberapa tindakan
pencegahan guna mengurangi terbentuknya senyawa karsinogenik. Misalnya,
kita bisa menggunakan suhu penggorengan yang lebih rendah dengan api
kecil. Sebab, tinggi rendahnya suhu berpengaruh terhadap jumlah senyawa
akrilamida pada hasil gorengan. Kebiasaan buruk lain, yakni menggunakan
minyak lebih dari tiga kali untuk menggoreng makanan, harus
ditinggalkan.
Pada
proses penggorengan, bahan makanan akan menyerap sebagian minyak goreng
pada suhu sekitar 180-200 derajat Celcius. Kualitas makanan gorengan
yang dihasilkan pun, sedikit banyak dipengaruhi kualitas minyak yang
digunakan. Selama proses penggorengan, terjadi pengeluaran air dari
bahan pangan yang menyebabkan proses hidrolisis pada minyak goreng,
sehingga terbentuk senyawa radikal bebas yang karsinogenik. Cirinya,
minyak goreng warnanya cokelat kehitaman dan berbau tengik.
Makanan
gorengan yang sudah dituduh mengandung senyawa akrilamida pencetus
kanker, hanyalah salah satu jenis dari beragam makanan yang harus kita
waspadai. Persoalannya, di tengah zaman yang makin maju ini, kita kerap
tak bisa menghindar dari jenis makanan yang berlimpah zat kimia, seperti
pemanis dan pewarna sintesis.
Lalu,
apa jalan keluarnya? Jurus gizi yang tepat adalah meningkatkan frekuensi
mengonsumsi buah dan sayur segar sampai lima kali dalam satu hari.
Berbagai vitamin antioksidan yang bersemayam dalam makanan nabati ini
amat bermanfaat bagi tubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar